Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengatakan banjir yang terjadi pada musim kemarau dan di daerah-daerah yang belum pernah tergenang banjir merupakan pertanda anomali kesekian kalinya atas ancaman perubahan iklim.
"Banjir yang terjadi di musim kemarau ini bukan hal biasa. Ini bukti bahwa pola cuaca kita sudah sangat tidak menentu," kata Eddy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Eddy Soeparno merespons fenomena banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta hingga Kota Tangerang dan Tangerang Selatan di Banten.
Menurut dia, pemerintah daerah dan pusat harus merespons cepat dengan memperkuat manajemen krisis, baik dalam sisi mitigasi maupun adaptasi terhadap krisis iklim.
Baca juga: Warga terdampak banjir diminta waspadai penyakit akibat leptospirosis
Eddy menjelaskan manajemen krisis menghadapi perubahan iklim yang bisa dilakukan, di antaranya integrasi antara perencanaan tata ruang, sistem drainase yang memadai, hingga pelibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan.
"Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah Jakarta dan sekitarnya sebaiknya satu suara dan kompak dalam kebijakan mencegah dampak krisis iklim ini semakin merusak," ujarnya.
Dia juga menambahkan, "Jangan ada ego sektoral mencegah krisis iklim ini baik dari kebijakan di hulu untuk menjaga lingkungan maupun kebijakan di hilir dalam bentuk adaptasi tata ruang dan penghijauan di wilayah perkotaan."
Eddy menyebut sistem peringatan dini dan respons cepat harus diperkuat karena potensi bencana kini tidak lagi bisa diprediksi hanya berdasarkan musim.
Baca juga: Pengendara kesulitan mencari jalan alternatif hindari banjir di Jakbar
"Kita tak bisa lagi berpegang pada pola musim konvensional. Ketika kemarau pun bisa banjir maka harus ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase, alih fungsi lahan, dan pengelolaan daerah tangkapan air," tuturnya.
Dia juga terus mendorong agar para kepala daerah memiliki kebijakan konkret dalam menangani krisis iklim dan bencana hidrometeorologi seperti banjir.
"Kepala daerah harus segera menyusun langkah strategis, mulai dari perbaikan tata kelola air, sistem drainase yang lebih baik, hingga kesiapan tanggap darurat yang lebih cepat dan efektif. Jangan hanya bertindak ketika bencana sudah terjadi," katanya.
Dia mengingatkan pula pentingnya edukasi publik terkait krisis iklim dan perlunya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil sebab penanganan perubahan iklim tidak bisa diserahkan hanya pada satu sektor saja.
"Krisis iklim ini adalah tantangan global yang dampaknya sudah sangat lokal. Maka kita perlu kebijakan nasional yang terintegrasi bahkan sampai melibatkan warga dengan mitigasi, adaptasi dan juga edukasi kepada masyarakat," kata anggota DPR RI Komisi XII itu.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo meminta maaf kepada seluruh masyarakat terdampak banjir yang melanda wilayah Jakarta sejak Minggu (6/7).
Baca juga: Anak-anak mendulang rupiah bantu pengendara yang mogok akibat banjir
"Saya ingin meminta maaf kepada warga yang terdampak banjir karena sekarang ini masih ada beberapa warga yang terdampak akibat banjir, termasuk di daerah ini," kata Pramono saat dijumpai di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (8/7).
Dia meyakini kerja sama sangat diperlukan dalam membangun Jakarta, salah satunya dalam mengatasi persoalan banjir.
Adapun Gubernur Banten Andra Soni menyoroti kelalaian para pengembang perumahan sebagai salah satu penyebab utama banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Tangerang Raya.
Ia menyebut sistem drainase yang buruk akibat pembangunan permukiman tanpa infrastruktur air yang memadai, memperparah genangan saat hujan deras mengguyur.
"Iya, semalam saya terima informasi terkait dengan banjir yang terjadi di beberapa titik di wilayah Tangerang dan saya sudah berkoordinasi dengan DPRD untuk bersinergi, salah satunya dengan memanggil beberapa pengembang," ujar Gubernur Andra Soni di Kota Serang, Selasa (8/7).