Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar Pekan Anti Penyiksaan untuk menyampaikan pesan tentang kampanye menentang segala bentuk kekerasan seksual, kontrol atas tubuh, serta segala upaya pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat.
"Artinya kita menolak bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga menentang segala bentuk kekerasan seksual, kontrol atas tubuh (terutama tubuh perempuan), serta segala upaya pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat. Tidak ada keadilan yang lahir dari penderitaan, inilah makna yang terkandung dalam tagline 'No Justice in Pain'," kata Anggota Komnas Perempuan Daden Sukendar dalam diskusi bertajuk "Memastikan Kebebasan Menyuarakan Aspirasi Tanpa Penyiksaan" di Jakarta, Kamis.
Pekan Anti Penyiksaan digelar untuk menyambut Hari Anti Penyiksaan Internasional yang diperingati setiap 26 Juni.
Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan terdapat sejumlah kasus penyiksaan berbasis gender yang serius.
Laporan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 mengidentifikasi setidaknya 13 kasus penyiksaan seksual terhadap perempuan dalam berbagai konteks.
"Data dan kasus yang terhimpun oleh Komnas Perempuan mengonfirmasi keprihatinan kita. Sepanjang tahun ini, perhatian khusus tertuju pada kasus penyiksaan seksual yang dialami perempuan tahanan, yang menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi di tempat-tempat yang semestinya mereka dilindungi," kata Daden Sukendar.
Komnas Perempuan juga mengungkap adanya penyiksaan terhadap perempuan penyandang disabilitas di sejumlah panti sosial yang bentuknya mencakup penahanan sewenang-wenang, pemasungan, kekerasan fisik maupun psikis, hingga kekerasan seksual.
"Fakta-fakta ini menggugah kesadaran kita bahwa masih banyak pekerjaan rumah untuk mewujudkan Indonesia bebas dari penyiksaan, terutama dengan memastikan kelompok rentan mendapatkan perhatian dan perlindungan ekstra," kata dia.
Pekan Anti Penyiksaan mengusung tema "Indonesia Tanpa Penyiksaan" dan tagline "No Justice in Pain".